Pemutarbalikkan Fakta Tentang Seks

Banyak fakta dituliskan dan disebarkan. Bukan hanya sekedar tulisan atau cerita belaka namun banyak juga yang sangat ilmiah. Yang menyedihkannya adalah bahwa fakta yang diuraikan tersebut kemudian diputarbalikkan. Tidak dipandang sebagai sebuah fakta namun dianggap sebagai dusta dan fiktif. Tak jarang juga malah dianggap sebagai sesuatu yang menjerumuskan. Kenapa tidak boleh bicara tentang fakta bila memang itu kenyataan? Kenapa harus takut menghadapi kenyataan? Apa karena takut merasa bersalah?

Saya masih ingat waktu saya menulis tentang kehidupan budaya seks yang terjadi di daerah Indramayu dan juga Karawang Saya bercerita bagaimana perempuan bisa memliki suami banyak dan bahkan bisa saling bertukar suami. Di tulisan yang lain saya juga bercerita bagaimana seorang suami rela melayani pria yang meniduri istrinya dengan menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan. Persis seperti seorang pelayan saja.

Begitu juga sewaktu saya mengungkap fakta tentang apa yang sekarang ini sedang terjadi di Tanah Abang dan Bandung di mana ada kelompok suami yang membiarkan istrinya untuk melakukan hubungan sejenis dengan perempuan lain. Malah mereka turut pula membantu melakukan perekrutan.

Kisah yang saya tuturkan bukanlah sebuah cerita fiktif. Bukan juga karena katanya atau kata siapa. Semua berdasarkan pengamatan langsung dan juga hasil wawancara langsung yang saya lakukan sendiri dalam rangka apa yang saya sebut dengan Tour de Sex. Perjalanan yang saya lakukan ke daerah-daerah baik di Indonesia maupun di negara lain untuk mempelajari berbagai macam budaya serta melihat keadaan sosial masyarakat di. berbagai macam wilayah yang memiliki perbedaan budaya dan struktur sosial. Tidak sedikit juga cerita yang saya tuliskan adalah hasil dari kegiatan seminar dan riset kecil-kecilan saya. Namun apa yang saya uraikan dalam tulisan-tulisan tersebut banyak yang menganggap tidak benar walaupun banyak saksi lain yang mendukung bahwa itu adalah benar adanya.Yah, tidak apa-apa juga. Bagi saya, yang paling penting adalah saya sudah mengungkapkannya.

Tidak ada maksud saya untuk menjelek-jelekkan wilayah atau daerah tertentu. Tidak ada juga maksud untuk memberikan nilai negatif atas sebuah budaya dan keadaan masyarakat. Saya menuliskan itu semua untuk membuka bahwa apa yang selama ini disangkal dan disanggah adalah ada. Semua itu adalah benar adanya. Kenapa harus ditutup-tutupi juga?! Ditutup-tutupi tidak menyelesaikan masalah. Dicari solusi bersama itu jauh lebih berguna dan bermanfaat. Masih banyak fakta lainnya yang belum saya ungkap. Saya akan buka satu persatu, ya!!! Jangan kaget, lho!!!

Yang sekarang ini sedang ada dalam benak saya adalah masalah dan fakta tentang keperawanan. Masalah keperawanan menjadi sangat sensitif mengingat ini berhubungan dengan perilaku sosial di dalam masyarakat. Selalu juga dikaitkan dengan masalah iman, keyakinan, agama, moral, dan etika sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sehingga kemudian banyak sekali penolakan dan sanggahan atas fakta dan kenyataan yang ada tersebut. Fakta pun kemudian diputarbalikkan menjadi tudingan miring. Tidak bisa dipungkiri memang, kalau menunjukkan jari ke orang lain lebih mudah dibandingkan dengan menunjuk jari pada diri sendiri.

Perdebatan atas fakta dan juga pemutarbalikkan fakta atas keperawanan ini membuat saya bersedih hati. Mengapa semua ini harus terjadi? Benang akan menjadi sangat kusut bila tidak ada salah satu pihak yang mau menarik mundur dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Keperawanan yang dimaksud oleh yang mengungkapkan fakta juga sebetulnya tidak jelas apa batasannya. Kalaupun kemudian hanya dibatasi sampai dengan urusan selaput dara, harusnya disebutkan juga. Sementara mereka yang menyanggah dan memutarbalikkan fakta juga menurut saya tidak bisa melihat dengan jelas duduk perkaranya. Sama-sama tidak mau melihat dengan jelas apa yang dimaksud dengan keperawanan.

Keperawanan bukan hanya soal selaput dara semata. Ini adalah masalah tentang arti kata perawan itu sendiri. Perawan adalah suci yang berarti memang belum tersentuh. Bila perempuan yang sudah melakukan seks oral namun tetap memiliki selaput dara, apa masih bisa disebut suci? Apabila pria yang sudah melakukan masturbasi sendiri apakah juga masih bisa disebut perawan? Semuanya sudah pernah menyentuh dan disentuh bukan? Kenapa masih bisa merasa suci dan juga perawan?

Keadaan inilah yang seringkali saya sebutkan sebagai sebuah disorientasi moral dan juga kesemrawutan soal etika. Di mana apa yang menjadi asas dari moral, yaitu adil dan keadilan itu sendiri juga diabaikan. Begitu juga dengan apa yang disebut dengan etika yang seharusnya merupakan sebuah kesepakatan bersama di dalam masyarakat, juga tidak dianggap penting lagi. Biarpun sama-sama mengatasnamakan moral dan juga etika. Bagaimana mau bisa menyelesaikan masalah, bila tidak juga mau mengerti ataupun belajar apa yang sebenarnya. Semua juga bisa katanya, tapi apa ‘kata saya” bisa menjadi lebih berarti dan berguna.

Iman dan keyakinan dalam hal ini menurut saya, juga harus kita telaah lebih dalam lagi. Bagi saya, orang yang beragama berbeda dengan orang yang beriman. Orang yang beragama juga belum tentu orang yang memiliki keyakinan. Semua tidak bisa dinilai karena yang tahu hanyalah yang Maha Kuasa. Ini adalah urusan pribadi yang langsung berhadapan dengan-Nya sehingga tidak juga kemudian menjadi sebuah kebiasaan untuk menilai iman dan keyakinan yang lain juga. Dosa dan pahala adalah juga hanya Dia yang bisa menentukan. Ketulusan atas melakukan semuanya tanpa ada pamrih untuk mendapatkan sesuatu itu yang seharusnya lebih diutamakan.

Mengingatkan yang lain adalah kewajiban, dan tanggungjawab, tetapi menurut saya, sebaiknya mengingatkan saja. Jangan kemudian menuding atas iman dan keyakinan juga agama. Ini sama sekali tidak bisa membantu. Bila memang ingin berbuat dengan baik, lakukanlah dengan benar. Semua yang diajarkan oleh-Nya adalah kebenaran. Jangan diputarbalikkan lagi hanya untuk kepentingan pribadi semata. Jadikanlah surga itu milik semua bukan hanya milik sendiri.

Cobalah untuk selalu melihat dari berbagai sisi pandang, jangan hanya melihat dari kaca mata sendiri. Seperti yang juga pernah saya tuliskan, kaca mata yang dipakai sendiri pun memiliki banyak lensa. Kenapa tidak semua dipergunakan?! Tidak mampu menggunakannya atau takut bila menggunakannya?!

Yang saya uraikan sekarang ini baru masalah keperawanan, belum lagi soal alat kontrasepsi, alat reproduksi, perilaku seksual dan hubungan sejenis. Masih banyak lagi fakta-fakta lainnya yang sering diputarbalikkan dan dijadikan sarana untuk saling tuding-menuding.

Saya sangat mengharapkan bahwa kita semua sadar bahwa fakta adalah kenyataan. Fakta yang diungkapkan juga sebaiknya adalah yang sebenar-benarnya. Tidak perlu takut untuk berkata benar bila memang itu benar. Memutarbalikkan fakta dengan menjadikannya sebuah pembenaran, menurut saya sangatlah tidak manusiawi. Manusia semua pernah berbuat salah, dan siapapun yang mau mengakuinya jelas menunjukkan kebesaran jiwa. Introspeksi diri dululah sebelum menuding yang lain. Kita juga belum tentu selalu benar.

Semoga saja tulisan saya ini bisa membuka mata hati semua pembaca agar sama-sama mau memperbaiki semua yang terjadi dengan melakukan yang benar. Semua adalah dari semua dan juga untuk semua. Ini demi masa depan yang lebih baik.

Semoga bermanfaat!!!

Salam Kompasiana,

Mariska Lubis

23 Maret 2010

About bilikml

Saya adalah saya yang memiliki cinta untuk semua. Biarlah semua yang saya tulis menjadi ibadah, hormat, dan pengabdian kepada Yang Maha Kuasa agar berguna dan bermanfaat bagi semua yang saya cintai, Indonesia. Long lasting love for lust.... Freedom toward never ending and never last happiness.
This entry was posted in Perubahan, Politik, Sosial dan Politik and tagged , , , , , . Bookmark the permalink.

5 Responses to Pemutarbalikkan Fakta Tentang Seks

  1. irwan says:

    Semangat terus,,
    Kami banyak mendapat pencerahan dari tulisan-tulisan mbak ML,banyak pengetahuan baru atau fakta baru tentang sex.
    Semoga terus bermanfaat.

  2. Bahagia Arbi says:

    mari kita jadi org yang tawaqal.
    salam dari Aceh, dan semangat..!

  3. Reza Mustafa says:

    Salam. Maaf, seperti yang tertulis dalam tulisan di atas, riset atau penelitian kecil-kecilan yang dilakukan Mbak Mariska, contohnya seperti yang tertulis pada paragraf kedua tulisan ini; “… ingat waktu saya menulis tentang kehidupan budaya seks yang terjadi di daerah Indramayu dan juga Karawang. Saya bercerita bagaimana perempuan bisa memliki suami banyak dan bahkan bisa saling bertukar suami. Di tulisan yang lain saya juga bercerita bagaimana seorang suami rela melayani pria yang meniduri istrinya dengan menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan. Persis seperti seorang pelayan saja”, saya pernah mendapati hal yang seperti ini di daerah Indramayu (sekali lagi maaf, tak bermaksud menjelek-jelekkan) ketika saya berkesempatan jalan kesana akhir tahun 2009 lalu. Dimana pada sebuah losmen tempat saya menginap, saya pernah berbicara panjang lebar dengan seorang tukang becak yang mangkal di losmen tersebut. Setelah cukup akrab dan panjang lebar bicara, suatu kali abang becak ini ngomong tentang adanya para suami-suami yang rela istrinya ditiduri oleh “pelancong seks”, dan bahkan menjadi penghubung penghubungnya pula. Ini saya dapatkan berita dari penduduk setempat di sana. So, saya pikir ini memang fakta adanya. Sekali lagi salam!

    • bilikml says:

      Terima kasih untuk masukannya… Sy berusaha untuk mengatakan apa adanya berdasarkan apa yg saya alami dan pikirkan sendiri bukan hanya “katanya” dengan maksud untuk yang tentunya tidak merendahkan tetapi agar semua menjadi lebih baik…

Leave a reply to Reza Mustafa Cancel reply