Tragedi Korban Perang Saudara

Illustrasi: kolomsejarah.wordpress.com

TERJADI saat keributan PRRI di daerah Sumatera Barat. Sebuah keluarga dengan enam orang kakak-beradik terpisah satu dengan yang lainnya. Tidak pernah ada satu pun dari mereka yang tahu bagaimana nasib saudara-saudara mereka.

Sebuah keluarga besar turunan Minang berkumpul pada sebuah acara keluarga. Mulai dari kakek, nenek, anak, menantu, sampai cucu.

“Uci, katanya kita orang Padang, tapi kok, kita belum pernah ke sana, sih? Pulang, dong…. kayak yang lain….” kata salah seorang cucu kepada kakeknya.

Raut wajah sang kakek pun berubah. Dari yang tadinya ceria menjadi sedikit muram. Sudah lebih dari tiga puluh tahun sejak sang kakek meninggalkan kampung halamannya, dan sejak itu tidak pernah sekalipun dia menginjakkan kakinya di sana lagi. Terlalu pahit mungkin rasanya.

Kemudian, bukan hanya sang cucu yang meributkan masalah ini, tetapi anak dan menantu juga. Dengan penuh semangat mereka mengajak sang kakek dan nenek untuk pulang kampuang basamo.

Kakek dan nenek tidak bisa mengelak lagi. Di samping ada kerinduan mendalam akan kampung halaman, mereka juga tidak ingin mengecewakan orang-orang yang sangat mereka cintai itu.

Jadilah mereka pulang kampung bersama-sama saat Idul Fitri menjelang. Tak lupa sebelumnya mereka bertanya sana-sini tentang kemungkinan masih adanya sanak saudara di sana.

Sesampainya di sana, mereka pun tidak buang waktu. Sebuah desa di daerah Bukit Tinggi pun langsung mereka hampiri. Bungah dan gembira perasaan seluruh keluarga ini, apalagi melihat pemandangan alam yang indah serta suasana daerah itu yang sangat menyejukkan hati.

Beberapa hari kemudian, kerinduan sang kakek dan nenek akan keluarganya sudah tidak bisa dibendung lagi. Mereka pun mulai mencari-cari, siapa tahu ada orang di kampung itu yang tahu. Ternyata ada. Namun, setelah kemudian diselidiki lebih mendalam lagi… akhirnya terungkaplah sebuah berita buruk. Ternyata sang kakek dan nenek itu adalah SAUDARA KANDUNG!!!

Apakah ada di antara pembaca yang bisa membayangkan bagaimana perasaan keluarga itu???? Apa yang harus mereka lakukan??? Ya, Tuhaaaan!!!!

Kakek dan nenek itu pun harus bercerai.

Perang memang selalu menimbulkan masalah yang akibatnya selalu sangat menyedihkan. Tetapi menurut saya, keadilan Tuhan ada di sini. Biarpun mereka sedarah, tetapi tidak ada satupun dari anak mereka yang cacat ataupun mengalami kelainan fisik. Sungguh Tuhan luar biasa.

Kisah ini sebuah cerita true story, yang saya dengar dari salah seorang kerabat mereka. Sayangnya, saya belum memiliki kesempatan untuk berjumpa dengan mereka. Bila saya berjumpa pun, mungkin saya tidak tahu apa yang harus bicarakan… tetapi saya ingin sekali belajar satu hal dari mereka; bagaimana mereka menghadapi semua ini. Saya ingin belajar bagaimana sebuah pengorbanan atas nama cinta harus dilakukan dengan terpaksa… demi dan untuk cinta.

Apa sudah tahu kita harus bagaimana???

Salam,

Mariska Lubis

Repost Kompasiana.com 28 September 2009

About bilikml

Saya adalah saya yang memiliki cinta untuk semua. Biarlah semua yang saya tulis menjadi ibadah, hormat, dan pengabdian kepada Yang Maha Kuasa agar berguna dan bermanfaat bagi semua yang saya cintai, Indonesia. Long lasting love for lust.... Freedom toward never ending and never last happiness.
This entry was posted in Fakta & Kenyataan, Perubahan, Politik and tagged , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

1 Response to Tragedi Korban Perang Saudara

  1. Herizal Alwi says:

    Den takan jo kampuang

Leave a reply to Herizal Alwi Cancel reply